Selasa, 11 November 2014

KARYA TULIS ILMIAH


Menjauhnya Religiusitas pada Usia Remaja 
Latar Belakang Masalah 
     Remaja adalah kedewasaan yang sudah tumbuh serta kematangan berfikir secara seksual yang mulai  terlihat akan tetapi. Tanggungjawab yang masih di peroleh terkadang suka mengecewakan karena tidak dilaksanakan sesuai dengan harapan, pemberian tugas tanpa pengawasan orangtua mungkin akan berujung kekecewaan. Disebabkan masih banyaknya rasa ingin bebas dan mengabaikan, padahal status remaja seharusnya sudah mengetahui cara bersikap yang baik, perbuatan, dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. (Gunarsa,1997)
     Remaja seharusnya tidak lagi mengutamakan kesenangan semata melainkan harus mempertimbangakan segala perbuatan yang mereka lakukan termasuk dalam hal beribadah. Dikarenakan pada masa remaja sangat mengutamakan kesenangan, padahal religiusitas merupakan hal yang seharusnya dapat di imbangi dalam kehidupan. Keinginan untuk mengabaikan dirinya pada kegiatan religiusitas sangat tinggi pada masa remaja khususnya dalam kelompok remaja sendiri, banyak hal yang membuat remaja menjauh dari kegiatan bersifat religiusitas (Tumanggor,2014).
     Menurut Mangunwidjaya (dikutip dalam Muzakkir, 2013) agama menunjukkan kepada kelembagaan yang mengatur tata penyembuhan manusia kepada tuhan. Sedangkan religiusitas berasal dan selalu ada dari lubuk hati manusia, kemudian lebih melihat aspek kualitas dari manusia yang beragama. 
     Berdasarkan Crapps (1993/1995) psikologi agama memusatkan perhatian pada lingkup dampak kegiatan dan ide gagasan keagamaan bagi penjagaan, pemeliharaan dan pelestarian watak dan budaya manusia. Kemudian psikologi agama tidak membahas mendalam tentang agama itu sendiri, tetapi bagaimana agama berperan dalam hidup manusia atau kelompok. Serta kebenaran dan peran agama dalam hidup manusia secara kelompok ataupun pribadi. 
     Dapat dikatakan bahwa dalam hal psikologi agama bukan membahas tentang agama itu secara mendalam namun bagaimana orang itu berperan dalam agama mereka. Peranan agama sendiri khususnya pada remaja masih minim atau sedikit, dan masih banyak remaja yang menjauh dari hal-hal yang bersifat religiusitas. Menurut Tamanggor (2014) penyebab yang membuat mereka menjauh dari religiusitas yaitu (a) pergaulan, (b) lupa waktu, (c) kepribadian , (d) dorongan orangtua. 
Penyebab para remaja menjauh dari religiusitas 
     Pergaulan. Berdasarkan Gunarsa (1997) pergaulan merupakan hubungan yang meliputi tingkah laku individu yang lebih dari pada seorang individu, dan merupakan hal yang tidak dapat di hidari. Akan tetapi pergaulan sendiri bisa menimbulkan persoalan yang mengkibatkan timbul kesulitan dalam kelancaran hidup seseorang. Tentunya dalam hal ibadah pergaulan juga memiliki peranan yang sangat besar. Disaat  seseorang ingin melakukan ibadah kemudian ada teman yang menghasut hal itu dapat menimbulkanhal negatif bagi seseorang yang ingin beribadah.  
     Lupa waktu. Menurut Tamanggor (2014) lupa akan waktu merupakan salah satu problem yang membuat ibadah seseorang menjadi terbengkalai, dikarenakan remaja-remaja lebih mementingkan urusan duniawi daripada urusan religion. Hal ini dipicu dari kesepelan terhadap waktu yang terkadang lebih mementingkan pekerjaan yang mereka sedang kerjakan dari pada beribadah tepat waktu, menunda-nunda saat menjelang beribadah. Tanpa di sadari penundaan pada waktu tidak baik untuk seterusnya, hal ini  memiliki dampak. Dampak yang didapatkan terbiasanya lupa akan waktu dan tidak mencoba untuk memperbaikinya. 
     Kepribadian. Menurut Fachrudin (2011) kepribadian merupakan hal yang paling penting di kalangan masyarakat yang maju ataupun tidak, kepribadian sendiri dibentuk bukan hanya dari pendidikan. Namun hal yang paling mendasar yaitu agama, karena agama pendoman sejak kita dilahirkan, dan dari situlah kita diberitahu perilaku yang baik dan yang kurang baik. Kemudian benar atau salah dalam suatu tindakan, hal itu sangat berpengaruh untuk kepribadian para remaja. Sehingga agama sangat membantu para remaja dalam membentuk kepribadian.  
     Dorongan orangtua. Menurut Fachrudin (2011) dorongan orangtua sangat berperan penting dalam kehidupan seorang remaja, bukan hanya dalam membentuk kepribadian saja namun dari pembentukan religiusitas mereka. Sesuai dengan keyakinan yang dianut  para pemeluk agama masing-masing, kemudian orangtua juga harus memberikan contoh kepada anak remaja bahwa beribadah merupakan hal yang  benar-benar penting. Bukan hanya menyuruh anak remaja mereka beribadah namun mereka tidak beribadah. Seharusnya orang tualah yang memberikan contoh terlebih dahulu atau mengajak anak mereka untuk beribadah.
Faktor-faktor untuk meningkatkan religiusitas di usia remaja 
   Menurut Tumanggor (2014) faktor yang dapat dilakukan untuk membuat para remaja meningkatkan ibadah mereka yaitu: (a) orangtua lebih meluangkan waktu beribadah bersama dengan mengajak para remaja ke tempat ibadah masing-masing ; (b) mengingatkan mereka akan waktu beribadah ;  (c) memberi nasihat kepada para remaja bahwa beribadah sangat penting dalam kehidupan dan pemilihan dalam pergaulan juga berpengaruh.  

Simpulan 
     Jadi simpulan yang saya dapatkan dari karya tulis ini, bahwa para remaja dalam religiustitas masih banyak yang kurang untuk beribadah, ada penyebab yang memengaruhi mereka dalam hal religiustitas. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi religiusitas para remaja seperti keluarga dan lingkungan sekitar.  
     Keluarga adalah lingkungan pertama yang mengajarkan tentang nilai dan norma agama. Namun, jika keluarga tidak memberikan contoh secara nyata, maka para remaja akan mencontoh tindakan orangtua yang kurang menunjukkan sikap religiusitas. Faktor lingkungan juga memengaruhi religiusitas para remaja  karena dorongan dari lingkungan dapat memengaruhi pemikiran mereka dan menganggap jika orang terdekat tidak melakukan hal yang religiustitas maka para remaja tidak perlu melakukan hal tersebut. Inilah yang membuat kepribadian remaja menjadi negatif, para remaja akan merasa hidup bebas dan tidak mengikuti peraturan-perturan yang sudah diterapkan agama. Dengan demikian membuat religiusitas dan remaja menjadi menjauh dan lebih menyukai hal-hal yang bersifat duniawi. Padahal bimbingan dalam religiusitas saat remaja sangat dibutuhkan untuk memberikan para remaja kebiasaan yang baik hingga mereka dewasa. Kemudian faktor waktu juga dapat membuat remaja menjauh dari religiusitas, karena banyak para remaja yang belum mementingkan waktu beribadah dan lebih memilih menghabiskan waktu untuk bekerja dan bermain. 












               
                
 Daftar Pustaka 
Crapps,R.W.(1995). Dialog psikologi dan agama (A.M.Hardjana, penerj). Yogyakarta: Kanisius. (karya asli diterbitkan pada 1993) 
Fachrudin.(2011). Peranan pendidikan agama dalam keluarga terhadap pembentukan kepribadian anak-anak. Pendidikan agama, 9(1), 2-3. 
Gunarsa,S.D.(1997). Psikologi untuk muda-mudi. Jakarta : Gunung Mulia. 
Muzakkir.(2013). Hubungan religiusitas dengan perilaku prososial mahasiswa angkatan 2009/2010 fakultas tarbiyah dan keguruan UIN alauddin Makasar. Diskusi islam, 1(3),8. 
Tumanggor,R.(2014). Ilmu jiwa agama. Jakarta : Kencana.









Kamis, 06 November 2014

penulisan karya ilmiah


Pentingnya Peranan Orangtua dalam Pembentukan Karakter Anak 0-12 tahun

Latar Belakang Masalah 
     Dalam pertumbuhan anak peranan orangtua sangatlah dibutuhkan untuk pembentukan karakter dan pertumbuhan anak secara optimal karena peranan orangtualah yang memegang peran penting. Untuk masa depan anak hal ini karena pada usia 0-12 tahun merupakan tahun-tahun pertama dalam pemantauan perkembangan anak. Lingkungan juga merupakan hal yang sebagai faktor pendukung pembentukan karakter anak, kemudian kepandaian orangtua dalam pembentukannya karena setiap anak memiliki proses yang berbeda-beda dan memberikan ciri tersendiri. (Mardiya, 2009)
      Anak merupakan aset untuk melanjutkan kehidupan yang akan datang maka pembentukan karakter sangatlah dibutuhkan agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Agar anak mendapatkan bekal ilmu yang banyak dari pembentukan karakter yang diberikan kepada orangtua. Pada usia 0-12 tahun merupakan masa-masa dimana pembentukan karakter pada anak sangat cepat  terbentuk karena pada usia 0-12 tahun mereka memiliki sifat yang cepat sekali untuk mencontoh. Dengan menerima apa yang orang lain berikan kepada mereka dan menjadikannya sebuah acuan atau contoh maka itu faktor lingkungan dan peranan orangtua sangatlah penting (Mardiya, 2009)



Faktor-faktor orangtua dalam pembentukan karakter anak 
     Peranan Orangtua. Berdasarkan Utami (2013) pernan orang tua sagat besar dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak serta dalam pendidikan dan tentunya orangtualah yang memegang peranan untuk masa depan anak-anaknya. Selain itu peranan orang tua juga digunakan untuk memberikan  perhatian besar untuk para anak-anak  yang memiliki usia remaja, karena pada saat mereka memasuki usia remaja. Banyak perhatian yang merka cari dari sisi orang-orang yang mereka sayang dan contoh-contoh dari orang sekitar mereka dan dalam hal ini peranan orang tua sangatlah dibutuhkan dan sangat besar dalam kehidupan anak.             
     Mengasuh. Berdasarkan Utami (2013) dalam hal mengasuh anak, orang tua harus memberikan 3 karakter yang akan berpengaruh besar pada pembentukan karakter anak yang akan dialami anak tersebut yaitu (a) dengan diri sendiri (intrapersonal), (b) dengan lingkungan (berhubungan sosial, (c) berhubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Hal-hal ini harus di terapkan dalam mengasuh anak karena ini merupakan landasan dasar dari cara mengasuh anak-anak yang harus diterapkan terus menerus. Agar anak menjadi terbiasa dan memahami bahwa hal-hal tersebut sangat penting dalam hidup mereka dan merupakan hal utama dalam kehidupan yang tidak boleh ditinggalkan. 
      Pola asuh.  Menurut  Baumrind (dikutip dalam King, 2014) terdapat empat gaya dasar pola asuh orangtua terhadap anak, yaitu (a) authoritarian parenting, (b) authoritative parenting, (c) neglectful parenting, (d) permissive parenting.

       Authoritarian parenting. Memberikan hukuman yang tegas dan tentunya selalu mengontrol anak-anak mereka dan membatasi apa yang anak-anak mereka lakukan atau lebih tepatnya mengawasi anak-anak mereka. Orangtua otoriter memiliki perlakukan sendiri dalam melakukan sesuatu. Kemudian orangtua dari anak-anak yang diperlakukan secara otoriter biasanya cenderung tidak memiliki perilakukan yang sosial dan lebih suka membandingkan dirinya dengan orang lain. 
     Authoritative parenting. Mendorong agar anak lebih mandiri, walau anak di berikan ruang untuk mandiri tetapi pengawasan orang tua dan batasan juga masih ada pada anak. Gaya pengasuhan lebih kolaboratif, orangtuanya mengasuh dengan hangat. Dan lebih memperhatikan atau memelihara anak-anak mereka kemudian orangtua otoritatif lebih berkompeten di sosial dan mandiri serta lebih bertanggungjawab secara sosial. 
     Neglectful parenting. Kurang dalam keterlibatan mengurus anak sehingga anak mereka lebih memikirkan kepentingan mereka jauh lebih besar dari orangtua mereka dan orangtua sendiri. Lalai dalam anak mereka dan  lebih di utamakan kehidupan mereka. Orangtua yang lalai rata-rata lebih memberikan kebebasan yang buruk kepada anak  dari pada mengajarkan mereka untuk mengkontrol diri. 
     Permissive parenting. Membolehkan atau membebaskan anak dalam melakukan apapun yang merka ingin lakukan karena orangtua percaya dengan memberikan kebebasan pada anak akan membuat anak kreatif dan percaya diri. Anak yang sudah terbiasa dengan kebebasan akan susah untuk dikendalikan perilakunya mungkin ada baiknya untuk memberikan kebebasan pada anak karena mereka dapat memperoleh keterampilan. 
     Pendidikan. Merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan karakter anak, pendidikan bukan hanya tanggungjawab sekolah saja namun merupakan tanggungjawab orangtua juga. Pendidikan itu sendiri mengandung yang artinya proses pendewasaan yang di mana dalam proses itu membutuhkan bimbingan dari banyak pihak. Pendidikan sudah di dapatkan dari sejak anak menginjak masa balita dari balita tersebut tanpa kita sadari karakter pada anak sudah terbentuk dan tinggal bagaimana kita mengarahkan serta meneruskannya. Pendidikan bukan hanya di lihat dari sisi akademik saja tapi bagimana penanaman moral pada si anak. (kizzio, n.d) 

Simpulan 
     Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan orangtua, mengasuh dan bagaimana pola orangtua dalam mengasuh anak sangatlah berpengaruh penting pada anak. Dari itu semua merupakan landasan utama anak terbentuk karekternya  dari peranan orangtua, mengasuh dan pola asuh memiliki pernan masing-masing dalam pembentukan karakter anak-anak yang dari tahap 0-12 tahun. Namun bukan hanya dari pola asuh , mengasuh dan peranan orangtua saja yang memegang penting karakter anak, pendidikan juga termasuk dalam pembentukan karakter anak dan merupakan  bagian yang besar dari kehidupan anak. Kemudian di dalam mengasuh sudah di jelaskan juga 3 hal dasar yang tidak dapat terpisahkan yaitu (a) dengan diri sendiri (intrapersonal) , (b) dengan lingkungan ( berhubungan sosial) , (c) berhubungan dengan Tuhan YME (spiritual). 3 hal tersebutlah yang menjadi pondasi penting  orangtua dalam membentuk karakter anak pada usia 0-12 tahun.  
  
Daftar Pustaka 

Kizzio.(n.d.).Peranan keluarga dalam memberikan pendidikan kepada anak. Di unduh dari  http://www.kizzio.com/333-peran-keluarga.htm

King,L.A.(2014).Human development. The science of psychology (3rd ed.). New York, NY: McGraw-Hill 

Mardiya.(2009 Oktober 25).Peranan orangtua dalam pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak. Diunduh dari http://mardiya.wordpress.com/2009/10/25/peranan-orang-tua-dalam-pembentukan-karakter-dan-tumbuh-kembang-anak/

Utami,S.D.(2013, Desember 26 ).Peranan orang tua dalam mendidik anak. Di unduh dari http://jurnalilmiahtp2013.blogspot.com/search?q=Peranan+orang+tua+dalam+mendidik+anak

Golden Ticket

Golden Ticket